Senin, 15 Juni 2009

SEJARAH KEMUNDURAN DINASTI SAFAWI DI PERSIA
A. PENDAHULUAN
Safawi adalah sebuah nama kerajaan Islam di Persia yang memerintah tahun 1501 – 1722, yang berhasil memajukan dunia Islam kembali dari kemunduran, kendatipun tidak setara dengan kemajuan yang dicapai oleh kerajaan Umawiyah di spanyol dan Abbasiyah di Baghdad, khusus di bidang ilmu pengetahuan. Ia memberi ciri nasionalisme kepada bangsa Iran dengan identitas baru, yaitu aliran Syi'ah yang menjadi landasan bagi perkembangan nasionalisme Iran abad modern.
Nama kerajaan di Persia (kini Iran), didirikan oleh Syah Isma’il Safawi (Isma’il I) pada tahun 907 H/1501 M di Tabriz. Kerjaan Safawi adalah salah satu dari tiga kejaan besar di dunia Islam pada abad pertengahan selain kerjaan Usmani (Ottoman) di Turki dan Kerajaan Mogul di India. Kerajaan ini di sebelah barat berbaasan dengan kerjaan Usmani dan di sebelah timur berbatasan dengan India yang pada waktu itu berada dibawah pemerintahan Kerajaan Mogul.
Sejarah Safawi bermula dari perjuangan Safi al-Din Ishak al-ardabily (1252 – 1334) pendiri dan pemimpin tarekat Safawiyah. Dalam dekade 1301 – 1447 M gerakan Safawi bercorak murni keagamaan dengan tarekat Safawiyah sebagai sarananya. Jumlah pengikutnya semakin besar. Karena tidak mencampuri politik, gerakannya dapat berjalan dengan aman baik pada masa kekuasaan Ilkhan maupun pada masa penjarahan Timur Lenk.
B. PEMBAHASAN
Dalam dekade 1447 – 1501 M Safawi memasuki tahap gerakan politik, sama halnya dengan gerakan sanusiyah di Afrika Utara. Mahdiyah di Sudan dan Maturidiyah serta Naksyabandiyah di Rusia. Sebagai gerakan politik dimulai di bawah pimpinan Junaid ibnu Ali. Akibatnya, Safawi mulai terlibat konflik-konflik dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada di Persia waktu itu, misalnya konflik politik dengan kerajaan-kerajaan Koyonlo (domba hitam) yang bermazhab syi'ah dan dengan kerajaan ak-Koyonlo (domba putih) yang bermazhab Sunni di bawah kekuasaan Imperium Usmani. Karena kegiatan politiknya, Junaid mendapat tekanan berta dari Raja Kara Koyonlo di daerah Ardabil, sehingga ia terpaksa meninggalkan daerah tersebut dan meminta suaka politik dengan raja Ak-Koyonlo.
Di antara kegiatan politik yang penting dilakukan Safawi dalam dekade ini adalah penyerangan militer guna mendapat wilayah untuk dijadikan sebagai basis gerakan dan mengadakan aliansi politik dengan Raja Ak-Koyonlo, Uzun Hasan. Walaupun sampai pada masa pimpinan Haidar Ibnu unaid, Safawi belum dapat mewujudkan cita-citanya, namun ia sempat memberikan suatu atribut kepada para pendukungnya dengan serba merah yang ebrumbai dua belas, sehingga mereka terkenal dengan sebutan Qizilbas (Kepala Merah).
Rumbai dua belas yang melambang Syi'ah Isna 'Asyariyah (Dua Belas Imam) mempunyai pengaruh yang besar dalam menanamkan sifat fanatisme dan militansi para pengikut Syi'ah dengan pemimpinnya. Puncak gerakan Safawi terjadi pada masa pimpinan Ismail Ibnu Haidar, adik dari Ali Ibnu Haidar. Ia beruasaha memanfaatkan kedudukannya sebagai Mursyid untuk mengkonsolidasikan kekuatan politiknya. Secara sembunyi-sembunyi ia menjalin hubungan yang erat dengan seluruh pengikutnya.
Kemunduran dan Kehancuran Kerajaan Safawi
Kerajaan ini lambat laun mulai mengalami gerak menurun. Beberapa kemajuan yang dicapainya membuat kerajaan ini menjadi salah satu dari tiga kerajaan besar Islam yang disegani oleh lawan-lawannya, terutama dalam bidang politik dan militer. Walaupun tidak setaraf dengan kemajuan Islam di masa klasik, kerajaan ini telah memberikan konstribusinya mengisi peradaban Islam melalui kemajuan-kemajuan dalam bidang ekonomi, ilmu pengetahuan, peninggalan seni, dan gedung-gedung bersejarah.
Diantara sebab-sebab kemunduran dan kehancuran kerajaan Safawi ialah konflik berkepanjangan dengan kerajaan Usmani. Agi kerajaan Usmani, berdirinya kerjaan Safawi yang beraliran Syi’ah merupakan ancaman langsung terhadap wilayah kekuasaannya. Konflik antara dua kerajaan tersebut berlangsugn lama, meskipun pernah berhenti sejenak ketika perdamaian pada masa Shah Abbas I. Namu tak lama kemudian Abbas meneruskan konflik tersebut, dan setelah itu dapat dikatakan tidak ada lagi perdamaian antara kedua kerajaan besar Islam itu.
Penyebab lainnya adalah dekadensi moral yang melanda sebagian para pemimpin kerajaan Safawi. Ini turut mempercepat proses kehancuran kerajaan tersebut. Sulaiman, disamping pecandu berat narkotik, juga menyenangi kehidupan malam beserta harem-haremnya selama tujuh tahun tanpa sekalipun menyempatkan diri menangani pemerintahan. Begitu juga sultan Husein.
Penyebab penting lainnnya adalah karena pasukan ghulam (budak-budak) yang dibentuk oleh Abbas I tidak memiliki semangat perang yang tinggi seperti Qizilbash. Hal ini disebabkan kerena pasukan tersebut tidak disiapkan secara terlatih dan tidak melalui proses pendidikan rohani seperti yang dialami oleh Qizilbash. Sementara itu, anggota Qizilbash yang baru tidak memiliki militansi dan semangat yang sama dengan anggota Qizilbash sebelumnya.
Tidak kalah penting dari sebab-sebab diatas adalah seringnya terjadi konflik internal dalam bentuk perebutan kekuasaan di kalangan keluaraga istana.
DAFTAR PUSTAKA
• Azra, Azyumardi, Prof, Dr, MA, 2001, Ensiklopedi Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoe.
• Rasyidi, HM, Prof, Dr, 1993, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Departemen Agama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar